Tuesday, May 27, 2008

“PENINGKATAN SISTEM IMUN TUBUH DENGAN MENGKONSUMSI TBL-12 SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI HIV (Human Immunodeficiency Virus) PADA SEL LIMFOSIT T CD4+”

Komponen Sistem Kekebalan Tubuh

Menurut Anonim b (2007), fungsi dari sistem kekebalan adalah sebagai pertahanan tubuh terhadap benda asing. Mikroorganisme, sel-sel kanker dan jaringan atau organ yang dicangkokkan oleh sistem kekebalan dianggap sebagai benda asing yang harus dilawan oleh tubuh.
Sistem kekebalan terdiri dari sel-sel dan zat-zat yang bisa larut. Sel-sel utama dari sistem kekebalan adalah sel-sel darah putih (leukosit), yaitu makrofag, neutrofil dan limfosit. Zat-zat yang bisa larut adalah molekul-molekul yang tidak terdapat di dalam sel tetapi larut dalam suatu cairan (misalnya plasma darah). Zat-zat terlarut yang utama adalah antibodi, protein komplemen, dan sitokinesis. Beberapa zat terlarut bertindak sebagai pembawa pesan untuk menarik dan mengaktifkan sel-sel lainnya. Molekul kompleks histokompatibiliti mayor merupakan jantung dari sistem kekebalan dan membantu mengenali benda asing.
Makrofag adalah leukosit berukuran besar, yang mencerna mikroba, antigen dan zat-zat lainnya. Antigen adalah setiap zat yang bisa merangsang suatu respon kekebalan. Antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun. Sitoplasma makrofag mengandung granula yang terdiri dari beberapa bahan kimia dan enzim yang terbungkus dalam suatu selaput. Enzim dan bahan kimia ini memungkinkan makrofag mencerna dan menghancurkan mikroba yang tertelan olehnya. Makrofag tidak ditemukan di dalam darah, tetapi terdapat di tempat-tempat strategis, dimana organ tubuh berhubungan dengan aliran darah atau dunia luar.
Neutrofil adalah leukosit yang berukuran besar, yang mencerna mikroba dan antigen lainnya. Neutrofil memiliki granula yang mengandung enzim untuk menghancurkan antigen yang ditelan olehnya. Neutrofil ditemukan di dalam darah. Untuk keluar dari darah dan masuk ke dalam jaringan, neutrofil memerlukan rangsangan khusus. Makrofag dan neutrofil seringkali bekerja sama. Makrofag memulai suatu respon kekebalan dan mengirimkan sinyal untuk menarik neutrofil bergabung dengannya di daerah yang mengalami gangguan. Jika neutrofil telah tiba, mereka menghancurkan benda asing dengan cara mencernanya. Penimbunan neutrofil serta pemusnahan dan pencernaan mikroba menyebabkan pembentukan nanah.
Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening, memiliki ukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Neutrofil memiliki umur tidak lebih dari 7-10 hari, tetapi limfosit bisa hidup selama bertahun-tahun bahkan sampai berpuluh-puluh tahun. Limfosit dibagi ke dalam 3 kelompok utama, yaitu:
1. Limfosit B, berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi. Jika dirangsang oleh suatu antigen, limfosit B akan mengalami pematangan menjadi sel-sel yang menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan protein yang bereaksi dengan antigen yang sebelumnya merangsang limfosit B. Antibodi juga disebut immunoglobulin
2. Limfosit T, terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan. Salah satu jenisnya yaitu sel T CD4+.
3. Sel-sel pemusnah alami, memiliki ukuran yang agak lebih besar daripada limfosit T dan B, dinamai sel pemusnah karena sel-sel ini membunuh mikroba dan sel-sel kanker tertentu. Istilah alami digunakan karena mereka siap membunuh sejumlah sel target segera setelah mereka terbentuk, tidak perlu melewati pematangan dan proses belajar seperti pada limfosit T dan limfosit B. Sel pembunuh alami juga menghasilkan beberapa sitokinesis (zat-zat pembawa pesan yang mengatur sebagian fungsi limfosit T, limfosit B dan makrofag).


Karakteristik Virus HIV

Anonim a (2007) menyatakan bahwa HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau merusak fungsi sel, terutama sel limfosit T CD4+ dan makrofag yang merupakan komponen vital dari sistem kekebalan. Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan sistem kekebalan tubuh secara cepat, yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Mengenai ukurannya, diameternya sekitar 120 nm (seper 120 milyar meter, atau sekitar 60 kali lebih kecil dari sel darah merah). Virus ini ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA (Ribonucleat Acid).
Menurut Sarwo Handayani (2007), HIV merupakan virus yang termasuk dalam familia Retrovirus, yaitu kelompok virus berselubung yang mempunyai enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang dapat mensintesis kopi DNA dari genom RNA. Virus ini masuk dalam sub familia Lentivirus berdasarkan kesamaan segmen genom, morfologi dan siklus hidupnya. Sub familia Lentivirus mempunyai sifat dapat menyebabkan infeksi laten, mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat fatal. HIV dikelompokkan berdasarkan struktur genom dan antigenitasnya yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah virus yang lebih berbahaya dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia. Sedangkan itu, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat. Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
Partikel HIV terdiri atas inti yang mengandung 2 untai DNA identik yang dikelilingi oleh selubung fosfolipid. Genom HIV mengandung gen env yang mengkode selubung glikoprotein, gen gag yang mengkode protein inti yang terdiri dari protein p17 (BM 17.000) dan p24 (BM 24.000), dan gen pol yang mengkode beberapa enzim yaitu: reverse trans-riptase, integrase dan protease. Enzim-enzim tersebut dibutuhkan dalam proses replikasi. Selain itu HIV juga mengan-dung 6 gen lainnya yaitu vpr, vif, rev, nef, dan vpu yang mengatur proses reproduksi virus. Bagian paling infeksius dari HIV adalah selubung glikoprotein gp 120 (BM 120.000) dan gp 41 (BM 41.000). Kedua glikoprotein tersebut sangat berperan pada perlekatan virus HIV dengan sel hospes pada proses infeksi.

Mekanisme Infeksi HIV

Menurut Muhareva Raekiansyah (2007), bila dibandingkan dengan infeksi virus lain, infeksi HIV termasuk unik dalam beberapa hal. Pertama, target HIV adalah sel-sel imun itu sendiri yang menjadi jantung pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Penurunan imunitas yang perlahan-lahan berujung pada tahap imunodefisiensi yang menyebabkan mudahnya muncul infeksi oportunis. Kedua, sebagian genom HIV dapat menyisip pada kromosom sel inang sebagai provirus dan menyebabkan infeksi laten yang sewaktu-waktu dapat bermanifestasi. Provirus ini sama sekali tidak terjamah oleh sistem imun. Ketiga, virus HIV memiliki tingkat mutasi yang tinggi sehingga memberikannya kemampuan berkelit dari sistem imun. Implikasinya, HIV tidak sepenuhnya dapat dibersihkan oleh sistem imun namun menjadi menetap untuk selamanya.
HIV hanya dapat dikontrol oleh sistem imun sampai sekitar enam minggu saja setelah infeksi. Selama periode ini, jumlah virus dalam darah (titer) dapat ditekan sampai 1/100-10.000 kali dibanding jumlah puncaknya pada awal infeksi. Namun, selepas itu, dengan melalui proses seleksi mulailah muncul varian-varian yang tidak dikenal lagi oleh sistem imun baik selular (sel-sel memori) maupun oleh antibodi sendiri. Justru kemudian varian-varian virus ini dapat menyerang balik sehingga jumlah virus menjadi tidak terkontrol.
Infeksi HIV menyebabkan deplesi (kekurangan) imunitas seluler tertama sel limfosit T CD4+. Selain jumlah sel T CD4+ yang menurun, infeksi HIV juga menyebabkan menurunnya fungsi sel tersebut. Dikarenakan fungsi sel T CD4+ berkaitan erat dengan fungsi sel imunitas lain seperti sel B, monosit, makrofag dll, maka terganggunya fungsi sel T tersebut akan menyebabkan fungsi imunitas humoral juga terganggu.
Terkait kemampuan mutasi virus, HIV-1 mampu berkembang cepat menjadi belasan subtipe (clade) hanya dalam beberapa dekade. Bila ditelusuri silsilah genetiknya, subtipe-subtipe ini terpisah dalam tiga kelompok utama: M (mayority), O (outliers), dan N (non-M/non-O). Dua kelompok terakhir terbatas dijumpai di Afrika Barat. Sementara kelompok M yang terdiri dari 10 subtipe (A sampai J) bertanggung jawab atas pandemi global HIV/AIDS. Selain itu berkembang pula rekombinan antar-subtipe, misalnya rekombinan antara subtipe A dan E yang disebut CRF01 AE. Hal ini mengindikasikan tingginya variasi genetik virus yang tentunya berimplikasi pada upaya pengembangan vaksin.

Profil Mengenai TBL-12

Menurut Anonim c (2007) TBL-12 merupakan konsentrat berbentuk gel yang sangat unik, tersusun atas protein, enzim, vitamin, mineral dan mineral sisa, omega 3, dan 18 asam amino. Produk ini diekstrak dari teripang (sejenis spesies invertebrata lautan) dan rumput laut dimana kedua bahan tersebut dipanen dari wilayah Pasifik Selatan. Kebanyakan asam amino yang terkandung di dalamnya, penting untuk sistem imun tubuh yang kuat.
Anonim e (2007) menambahkan pula bahwa TBL-12 dibuat dari produk lautan alami dan tidak mengandung bahan tambahan dan pengawet, jadi menyimpannya harus sesegar mungkin, yaitu disimpan dalam keadaan beku sampai saatnya digunakan. TBL-12 merupakan makanan, sama dengan ikan atau daging, jadi tidak akan ada efek buruk atau interaksi dengan pengobatan apapun yang sedang dilakukan. TBL-12 diproses sebagai gel bercahaya, kemudian dibekukan sampai langkah terakhir sebagai prosedur manufaktur. Mengenai pemakaiannya, TBL-12 dikonsumsi sebanyak dua unit setiap hari pada pagi dan malam hari dimana masing-masing unit sebanyak 20ml. TBL-12 harus disimpan dalam keadaan membeku sampai saatnya digunakan.
Sementara sekarang ini banyak produk di pasaran mengklaim untuk menguatkan sistem imunitas kita, kebanyakan mempunyai sedikit ataupun tidak ada penelitian untuk mendukung klaim mereka. Penyesuaian imunitas merupakan metode dimana sistem imun bekerja. Apakah dia dilemahkan atau overaktif, respons ini mengizinkan sistem imun untuk berfungsi sepatutnya. TBL-12 sudah diuji secara klinis. Studi klinis telah membuktikan zat-zat penyembuh yang luar biasa sedikitnya 15 tahun, tapi produk ini telah digunakan berabad-abad oleh masyarakat Cina untuk penyembuhan nyeri sendi, peradangan, dan kondisi lainnya.
TBL-12 telah dibuktikan secara klinis oleh penelitian di Amerika Serikat dimana relawan dibutuhkan untuk mengkonsumsi 20 ml TBL-12 setiap harinya. Setiap bulan, mereka dievaluasi untuk penambahan berat, improvisasi di parameter laboratorium, improvisasi dalam kesehatan (mengurangi gejala dan meningkatkan dalam perasaan baik sebagaimana ditetapkan oleh laporan) dan toleransi TBL-12.
TBL-12 ditoleransi dengan baik dengan izin diperkirakan lebih baik daripada 80 persen dari dosis yang diterima. Tidak ada satupun efek samping yang dilaporkan oleh kelompok relawan. Sel leukosit T CD4+ pada relawan juga meningkat dari 346 menjadi 374. Jadi, TBL-12 dapat menjadi pengobatan HIV dengan kombinasi pengobatan anti-retroviral. Hasil ini mendukung kelanjutan studi tentang TBL-12 untuk lebih mendefinisikan secara jelas aturannya dalam penyembuhan infeksi HIV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peranan Asam Amino dalam TBL-12 untuk Meningkatkan Sistem Imun Tubuh

TBL-12 merupakan konsentrat berbentuk gel yang sangat unik, tersusun atas protein, enzim, vitamin, mineral dan mineral sisa, omega 3, dan 18 asam amino. Kebanyakan asam amino yang terkandung di dalamnya, penting untuk sistem imun tubuh yang kuat.
Adapun ke-18 asam amino yang terkandung di dalamnya menurut Anonim d (2007), yaitu: Alanine, Asam Aspartic, Asam Glutamic, HistidineIsoleucine, Lysine, Phenyalanine, Serine, Tyrosine, Arginine, Cysteine, Glycine, Hydroxyproline, Leucine, Methionine, Proline, Threonine, Valine.
Disamping itu, 8 mineral yang terkandung di dalamnya adalah Calsium, Potassium, Manganese, Iron, Magnesium, Sodium, Selenium, Zinc.
Di antara ke 18 asam amino tersebut, beberapa di antaranya berperan dalam menjaga imunitas tubuh, yaitu:
1. Alanine, berperan utama dalam mentransfer nitrogen dari jaringan periferal (sekitarnya) ke hati. Ia merupakan sumber energi yang sangat penting untuk jaringan otot, otak, dan sistem saraf pusat. Ia memperkuat sistem imun dengan memproduksi antibodi, membantu metabolisme gula dan asam organik.
2. Lysine, merupakan salah satu asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi tubuh. Lysine mampu menyerap kalsium, membantu dari susunan yang membentuk tulang rawan dan penyambungan jaringan. Ia juga membantu dalam produksi antibodi, hormon, dan enzim. Penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa Lysine berguna dalam menyokong kekebalan pada bibir.
3. Serine, merupakan asam amino non-esensial yang dibutuhkan dalam pertumbuhan otot dan sistem imun tubuh yang sehat, metabolisme lemak dan gliserol pada sistem pencernaan, mengsintesis gliserol di sekeliling benang-benang saraf. Ia berupa sebuah sumber penyimpanan glukosa oleh hati dan otot. Peran terpentingnya yaitu membantu memperkuat sistem imun dengan menyediakan antibodi.
4. Glycine, merupakan asam amino non-esensial, dibutuhkan tubuh untuk pemeliharaan sistem saraf pusat. Ia membantu pelepasan oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembuatan sel dan menyediakan nutrisi untuk menyokong sistem imun yang kuat dan melawan radikal bebas. Pada lelaki, glycine berperan penting dalam pemeliharaan fungsi prostat yang sehat.

Peranan Molekul CD4 pada Patogenesis dan Efek Sitopatik HIV

Menurut Sarwo Handayani (2007), mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4 yang banyak terdapat pada sel T CD4+. Molekul ini merupakan reseptor dengan afinitas (kecenderungan suatu senyawa untuk membentuk ikatan kimia dengan senyawa lain) paling tinggi terhadap protein selubung virus. Banyak bukti menunjukkan bahwa molekul CD4 memegang peranan penting pada patogenesis dan efek sitopatik HIV. Percobaan tranfeksi gen yang mengkode molekul CD4 pada sel tertentu yang tidak mempunyai molekul tersebut, menunjukkan bahwa sel yang semula resisten terhadap HIV berubah menjadi rentan terhadap infeksi tersebut. Efek sitopatik ini bervariasi pada sel CD4+, narnun paling tinggi pada sel limfosit T CD4+, sel dengan densitas molekul CD4 permukaan yang paling tinggi.
Selain menginfeksi sel limfosit T CD4+, HIV dapat juga menginfeksi monosit atau makrofag lebih rendah daripada sel limfosit T, karena makrofag relatif lebih resisten. Hal ini disebabkan karena sitotoksisitas virus membutuhkan konsentrasi molekul CD4 yang cukup tinggi. Makrofag dapat terinfeksi melalui jalur bebas molekul CD4, yaitu melalui fagositosis sel lain yang terinfeksi atau endositosis melalui reseptor Fc antibodi yang mengikat HIV. Pada umumnya makrofag dapat diinfeksi oleh HIV namun tidak dapat dibunuh oleh virus ter-sebut, sehingga sering merupakan reservoir. Meskipun makrofag relatif resisten terhadap sitolisis HIV, namun seringkali fungsinya juga berkurang pada individu terinfeksi HIV. Berkurangnya fungsi makrofag tersebut meliputi menurunnya kemokinesis dan produksi sitokin. Fungsi APC pada makrofag juga menurun, kemungkinan disebabkan karena menurunnya pengaturan ekspresi MHC kelas II.

Cara Kerja Asam Amino pada TBL-12 dalam Meningkatkan Sistem Imun Tubuh

Infeksi HIV menyebabkan deplesi imunitas seluler terutama sel limfosit T CD4+. Selain jumlah sel T CD4+ yang menurun, infeksi HIV juga menyebabkan menurunnya fungsi sel tersebut. Karena fungsi sel T CD4+ berkaitan erat dengan fungsi sel imunitas lain seperti sel B, monosit, makrofag, dll, maka terganggunya fungsi sel T tersebut akan menyebabkan fungsi imunitas humoral juga terganggu. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Molekul ini merupakan reseptor dengan afinitas (kecenderungan suatu senyawa untuk membentuk ikatan kimia dengan senyawa lain) paling tinggi terhadap protein selubung virus. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 kemudian masuk ke dalam sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan membran virus.
Jadi, dengan mengkonsumsi TBL-12, berarti asam amino yang terdapat di dalamnya dapat berikatan dengan molekul CD4 dengan merendahkan afinitasnya terhadap protein selubung virus sehingga selubung glikoprotein virus gp 120 tidak dapat melekat pada molekul CD4 dan tidak dapat melakukan infeksi. Selain itu, asam amino pada TBL-12 juga dapat merendahkan densitas CD4 sehingga dapat menekan efek sitopatik, yaitu efek dimana sel yang semula resisten terhadap HIV berubah menjadi rentan terhadap infeksi tersebut. Dengan menekan bahkan meniadakan efek sitopatik, maka sel limfosit T CD4+ akan tetap resisten terhadap HIV. Juga, sel leukosit T CD4+ pada pemakai TBL-12 juga meningkat dari 346 menjadi 374. Dengan demikian, penggunaan TBL-12 menyebabkan individu menjadi resisten terhadap infeksi HIV.





PENUTUP

Simpulan
Dari data – data serta uraian yang telah kami paparkan pada karya tulis ini, maka kami dapat menyimpulkan beberapa hal diantaranya :

1.TBL-12 merupakan konsentrat berbentuk gel yang sangat unik yang merupakan ekstrak dari teripang dan rumput laut, tersusun atas protein, enzim, vitamin, mineral dan mineral sisa, omega 3, dan 18 asam amino. Kebanyakan asam amino yang terkandung di dalamnya, penting untuk sistem imun tubuh yang kuat karena mereka dapat menghasilkan antibodi dan meningkatkan kekebalan sel limfosit T CD4+ terhadap infeksi HIV. Asam–asam amino tersebut yaitu Alanine, Lysine, Serine, dan Glycine.

2. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Selain itu, banyak bukti yang menunjukkan bahwa molekul CD4 yang banyak terdapat pada sel leukosit T CD4+, memegang peranan penting pada patogenesis dan efek sitopatik HIV. Karena hal itu, hanya sel T CD4+ saja yang rentan terhadap infeksi HIV.

3. Dengan mengkonsumsi TBL-12, berarti asam amino yang terdapat di dalamnya dapat berikatan dengan molekul CD4 dengan merendahkan afinitasnya terhadap protein selubung virus sehingga selubung gp 120 pada HIV tidak dapat melekat pada molekul CD4 dan tidak dapat melakukan infeksi. Asam amino pada TBL-12 juga dapat merendahkan densitas CD4 sehingga dapat menekan efek sitopatik, yaitu efek dimana sel yang semula resisten terhadap HIV berubah menjadi rentan terhadap infeksi tersebut. Dengan menekan bahkan meniadakan efek sitopatik, maka sel limfosit T CD4+ akan tetap resisten terhadap HIV. Pemakaian TBL-12 juga meningkat sel leukosit T CD4+ dari 346 menjadi 374. Dengan demikian, penggunaan TBL-12 menyebabkan individu menjadi resisten terhadap infeksi HIV.

No comments: